Renungan Sepiring Nasi

Malam itu langit terlihat terang berhias bintang bintang. Bulan pun tengah memperlihatkan dirinya di atas keramaian kota. Hiruk pikuk sebuah kota besar terlihat dengan jelas bila kau melihatnya dari ketinggian. Aktifitas malam itu terlihat sangat jelas. Dan diantara sekian banyak manusia yang sibukdengan dirinya masing masing, ada seorang pelajar yang tengah menanak nasi di sebuah kamar kos. Sena, ya adalah nama anak itu. Dengan kaos dan celana pendek sederhana yang ia kenakan, dengan sabar dia menunggu sampai matang nasi yang akan menjadi santapannya malam itu. Sembari menunggu, terdengar keramaian dari penghuni kamar yang berada di sebelahnya. Rasa penasaran yang timbul membuat sena penasaran dan akhirnya dia menghampiri kamar sebelahnya itu. Ternyata disana para penghuni kamar yang lain tengah berkumpul juga. Melihat kehadiran satu orang lagi, sang pemilik kamar - Farid mengambil makanan ringan dari lemarinya dan membukanya. " Silahkan dimakan, ga usah malu malu " salah seorang diantaranya yang bernama Jihan berkata. " Mas, minumnya dong, seret nih" lalu diambilkannya sebuah teko berisi air putih dan segera di taruhnya di tengah tengah mereka. Di selingi canda dan tawa, mereka ngobrol sambil menyantap makanan ringan yang walau sederhana namun terasa nikmat berkat obrolan ringan yang mereka lakukan. Tak terasa 10 menit berlalu kemudian Mas Girin berkata " Aku balik ke kamar dulu ya " Di ikuti dengan teman teman yang lain meninggalkan kamar itu. " Makasih ya mas, sering sering kayak gini ya hehehe...." kata Sena dan Jihan. " Oke, santai aja ". Sena kembali ke kamarnya dan mendapati nasi yang di tanaknya sejak tadi telah matang. Dengan senyum di wajahnya dia segera mengambil kunci motornya dan segera mencari warung untuk membeli lauk.

 Memasak nasi sendiri bagi sena adalah salah satu caranya untuk berhemat. Dia adalah mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kota Semanggi. Dia merantau dari desanya yang jauh dan memberanikan diri untuk merantau ke kota demi mencari ilmu. Sena berasal dari keluarga yang sederhana. Sesampainya dia di warung yang dia inginkan dia segera memesan kepada pemilik warung " Bang, telor goreng satu ya. Telor aja gak usah pake nasi ". Segera setelah mendengar pesanan sang pemilik warung langsung menuju ke dapur untuk membuat pesanannya. Di meja juga tersaji berbagai makanan ringan seperti gorengan, sate, dan masih banyak lagi. Sena tertarik dengan sate jamur yang di beri kecap dan irisan tomat. Segera ia mengambil plastik dan mengambil dua tusuk sate jamur. Dan diambilnya irisan tomatnya pula. Tiba - tiba dari belakang ada seseorang yang berkata " Mas, jangan banyak banyak. Itu satenya masih banyak ! " Ternyata ia adalah anak dari pemilik warung yang juga ikut berjualan. " i... iya mas " dengan rasa tidak enak Sena segera minggir dan duduk terdiam di kursi pojok warung itu. Dalam hati sena merasa tidak enak. Melihat sekarang bertepatan dengan akhir bulan dia harus melakukan penghematan secara ketat. Keinginannya menggunakan irisan tomat sebagai teman pengganjal perutnya dengan irisan tomat dan kecap itu harus dia telan dangan rasa tidak enak. Setelah mengambil pesanan, dia segera kembali ke kosnya.

Di ambilnya nasi yang tadi di tanaknya dan di bukanya lauk yang tadi di belinya. Sepotong telur dengan sate jamur dan juga irisan tomat yang terkontaminasi teguran anak pemilik warung tadi menemani santap malamnya kali ini. Setelah berdoa Sena mulai memakannya sesuap demi sesuap. Di tengah Sena menyantap makanannya, ia kembali teringat akan orang tuanya yang berada di rumah. dalam hati Sena berkata, " Jadi begini ya rasanya kekurangan uang. Lalu bagaimana dengan keadaan orang tuaku yang harus memberimakan kami sekeluarga ? " Sena membayangkannya. orang tuanya harus banting tulang siang dan malam. Tak tahu apa yang mereka rasakan. Apa mungkin ketika anak anaknya sedang makan, orang tuanya belum makan ? " Astaga ! " katanya dalam hati.

Setelah makan, Sena pun duduk bersandar di tembok kamarnya. Dia memandang ke langit langit kamarnya dan masih terbayang kejadian tadi di warung. Apa seperti ini rasanya ? Dia tidak bisa membayangkan pengemis pengemis dan orang orang yang ada di pinggir jalan seperti apa nasibnya. Di sisi lain Sena merasa bersyukur bahwa dia masih bisa makan, masih bisa menikmati pendidikan, dan masih bisa merasakan kenikmatan kenikmatan yang lainnya. Dalam hati ia berkata " Kalau begitu, aku harus berjuang. Aku sudah merepotkan orang tuaku. Aku tidak mau mereka melihatku gagal. Aku harus membuat mereka bangga. Mulai hari ini, aku harus belajar lebih giat. Terima kasih Tuhan " Segera dia mengambil buku pelajarannya dan mulailah dia belajar. Dengan senyum yang berseri, Sena bertekat akan membahagiakan orang tuanya dengan apa yang dia bisa.


0 comments:

Posting Komentar

slide foto